Hai Mitra Adev,
Mungkin Anda tertarik untuk memulai bisnis skincare. Entah karena melihat banyaknya konten kecantikan di media sosial, atau mungkin karena Anda melihat peluang besar di pasar kosmetik Indonesia yang tumbuh pesat. Tapi sebelum membuka bisnis skincare, penting banget untuk memahami bahwa bisnis skincare itu nggak semudah kelihatannya.
Ada banyak ancaman yang seringkali tidak disadari oleh pengusaha pemula. Di artikel ini, kita akan bahas bersama tantangan dan ancaman nyata yang bisa Anda hadapi saat menjalankan bisnis skincare, mulai dari persaingan ketat hingga risiko operasional.
Dan di bagian akhir pembahasan, kita juga akan lihat apakah bisnis ini masih layak buat Anda jalani atau tidak.
Ancaman Bisnis Skincare yang Dihadapi Pengusaha
1. Persaingan Usaha yang Sangat Ketat
Anda tahu? Lebih dari 95% startup skincare gagal dalam 5 tahun pertama. Kenapa? Karena pasarnya sudah sangat jenuh.
Data menunjukkan bahwa industri skincare di Indonesia berkembang sangat cepat. Pada 2024 saja, jumlah pelaku usaha skincare mencapai lebih dari 1.200 perusahaan, naik dari tahun sebelumnya yang berjumlah 1.039 perusahaan. Dari jumlah tersebut, 89% merupakan industri kecil dan menengah (IKM).
Artinya, banyak sekali pemain baru yang bermunculan. Ini bikin persaingan usaha jadi semakin sengit. Konsumen pun kini lebih kritis dan suka membandingkan produk lokal dengan impor dari segi harga, kualitas, sampai kandungan bahan aktifnya.
Selain itu, banyak big player yang punya modal besar bisa menekan harga jual karena mereka punya skala produksi besar.
Meskipun pasar skincare diprediksi akan tumbuh sekitar 4% per tahun hingga 2029, dominasi market oleh brand besar dan maraknya brand baru membuat tantangan semakin tinggi. Jadi kalau Anda cuma mengandalkan produk bagus tanpa strategi harga dan branding yang matang, maka Anda bisa kewalahan.
Di era digital, persaingan tidak hanya terjadi pada toko fisik, tapi juga di ranah online. Brand harus aktif di media sosial, menggandeng influencer, dan membangun reputasi digital yang kuat.
Baca ulasan kami tentang beauty influencer.
Dan jangan lupa, tren skincare di TikTok atau Instagram cepat sekali berubah. Baru viral satu minggu, sudah ada produk baru yang menyalip. Ini bikin Anda harus selalu update dan inovatif — tanpa dukungan tim R&D yang kuat, sulit bertahan.
2. Perubahan Selera Konsumen yang Cepat
Konsumen, khususnya Gen Z, mulai lebih peduli pada keamanan dan transparansi produk. Mereka cari produk “clean beauty” — bebas paraben, sulfat, dan bahan kimia berbahaya. Tapi sayangnya, definisi “clean beauty” belum jelas secara regulasi, jadi kadang Anda bisa bingung formulasi mana yang aman dan bisa diterima pasar.
Belum lagi soal keberlanjutan (sustainability). Semakin banyak konsumen yang ingin kemasan ramah lingkungan. Sayangnya, kemasan 100% daur ulang bisa 3–5 kali lebih mahal daripada kemasan biasa. Kalau Anda masih mikirin margin profit, ini bisa jadi dilema besar.
Untuk menghadapi yang konsumen semakin selektif dan cepat berubah selera tersebut, pengusaha harus adaptif. Jadi, brand harus bisa beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan tren dan perilaku pasar, baik dari segi formulasi maupun komunikasi pemasaran.
3. Regulasi yang Semakin Ketat
Bisnis skincare itu bukan cuma soal jualan produk cantik di Instagram. Ada banyak aturan yang harus Anda patuhi, terutama regulasi dari BPOM (di Indonesia) atau FDA kalau mau ekspor. Labeling produk, uji keamanan, hingga daftar bahan yang dilarang — semua harus sesuai prosedur.
Badan POM kini memperketat pengawasan, termasuk penertiban kosmetik ilegal dan berbahaya, serta merilis daftar produk kosmetika berbahaya secara berkala.
Anda juga perlu mengetahui Aturan Baru BPOM No. 18 Tahun 2024 yang mengatur tentang notifikasi, promosi, dan iklan kosmetik, bahkan sampai tata cara review produk oleh influencer agar informasi yang disampaikan objektif dan jujur. Artinya, Anda harus ekstra hati-hati dalam berkomunikasi dengan konsumen.
Belum lagi proses registrasi BPOM yang memakan waktu dan biaya cukup besar. Anda harus siapkan dana untuk pengujian laboratorium, formulasi ulang, dan revisi kemasan agar sesuai regulasi.
Biaya uji produk kosmetik aja bisa mencapai Rp 170 juta per produk (kalau dikonversi dari $12.000). Belum lagi kalau Anda mau ekspor ke Eropa atau Amerika. Di negara tujuan ekspor, regulasinya beda-beda. Misalnya, UE melarang lebih dari 1.600 bahan, sementara FDA AS hanya melarang 11. Jadi, kalau salah formulasi, bisa kena blokir di negara tujuan.
4. Ancaman Produk Palsu dan Ilegal
Masalah lain yang sering diabaikan adalah pemalsuan produk skincare. Ini masih menjadi momok besar di industri. Selain merugikan brand asli, produk palsu juga bisa membahayakan kesehatan konsumen karena kandungannya yang tidak terkontrol.
BPOM sendiri sudah menyita kosmetik ilegal senilai Rp31,7 miliar pada awal 2025, menunjukkan betapa maraknya peredaran produk tanpa izin. Untuk melawan ini, edukasi konsumen dan perlindungan merek seperti HKI atau paten menjadi sangat penting.
Untuk melawan pemalsuan produk, Adev mengembangkan tools Authenticity Checker.
5. Fluktuasi Ekonomi
Situasi ekonomi global juga bisa memengaruhi bisnis skincare. Fenomena seperti inflasi atau “No Buy Challenge” dapat menekan daya beli konsumen dan memengaruhi penjualan produk kecantikan.
Ternyata, dampak inflasi dan gejolak ekonomi global juga berimbas pada perilaku belanja konsumen. 43% dari konsumen mengurangi pembelian skincare saat masa resesi. Artinya, produk Anda bisa jadi prioritas kedua setelah kebutuhan pokok.
6. Tantangan Biaya Produksi dan Bahan Baku
Biaya bahan baku skincare cenderung tinggi alias naik harga, apalagi kalau Anda menggunakan bahan alami atau harus mengimpor dari luar negeri. Aktivitas impor ini berdampak langsung pada margin keuntungan untuk setiap produk.
Contohnya, harga hyaluronic acid melonjak sampai 300% di 2023 karena gangguan rantai pasok. Bayangkan kalau Anda nggak punya cadangan supplier, atau nggak bisa menaikkan harga jual — laba Anda bisa tergerus habis.
Padahal, Indonesia memiliki potensi besar sebagai pemasok bahan baku kosmetik, dengan lebih dari 30.000 jenis tanaman berkhasiat. Sayangnya, pemanfaatan bahan lokal masih belum optimal dan rantai pasok perlu diperkuat.
Jadi, kalau Anda ingin tetap kompetitif, penting untuk bekerja sama dengan mitra maklon yang bisa bantu Anda memaksimalkan bahan lokal, mengurangi biaya produksi, dan tetap menjaga kualitas.
7. Ancaman Usaha di Rantai Pasok
Banyak orang nggak sadar bahwa supply chain adalah tulang punggung bisnis skincare. Tanpa bahan baku yang stabil dan berkualitas, produksi bisa terganggu.
Contohnya, 60% niacinamide yang digunakan di produk skincare berasal dari China. Kalau ada isu geopolitik atau embargo, Anda bisa kesulitan mendapatkannya. Itu kenapa penting punya minimal 3 supplier berbeda untuk bahan utama.
Oh ya, ada juga risiko produk palsu. Pasar kosmetik palsu di dunia bernilai $75 miliar, dan ini bisa merusak reputasi brand Anda. Jadi, sistem distribusi dan anti-pemalsuan harus dipikirkan dari awal.
8. Biaya Riset & Inovasi yang Tinggi
Ingin membuat produk dengan klaim klinis seperti “anti-aging” atau “brightening”? Harus siapkan dana besar. Uji klinis produk anti-aging bisa menghabiskan biaya Rp 700 juta hingga Rp 3 miliar (IdeaApe).
Belum lagi perkembangan teknologi seperti AI dalam formulasi skincare. Sekarang, beberapa brand sudah pakai algoritma untuk menciptakan formula skincare yang lebih personal. Ini bisa menggeser ekspektasi konsumen. Kalau Anda nggak ikut berkembang, bisa tertinggal.
9. Perubahan Perilaku Konsumen
Konsumen Indonesia kini semakin peduli terhadap ingredients, efektivitas, dan keamanan produk. Tren clean beauty, perawatan skin barrier, dan produk berbahan alami semakin diminati.
Menariknya, 76% konsumen lebih memilih merek skincare lokal, terutama perempuan dan kelas ekonomi bawah. Namun, segmen menengah atas masih lebih percaya pada produk internasional. Ini artinya, Anda harus pintar-pintar menentukan positioning brand- Anda.
Dan jangan lupa, e-commerce menjadi kanal utama pembelian skincare. Sebanyak 62% responden memilih belanja online, dan 41% membeli skincare secara rutin setiap bulan. Ini jadi pertimbangan penting dalam strategi distribusi dan marketing Anda.
Tabel Ancaman Usaha Skincare dan Solusinya
Ancaman Bisnis Skincare di Indonesia | Solusi Praktis & Efektif |
---|---|
Persaingan Ketat (Brand Lokal & Internasional) | – Kembangkan formula unik berbasis bahan aktif lokal dan inovasi – Tekankan nilai lokal (sertifikasi halal, bahan alami Indonesia) – Aktifkan kampanye edukasi dan storytelling di media sosial |
Perang Harga & Konsumen Sensitif Harga | – Tawarkan paket bundling/hemat – Buat program loyalitas (poin, rewards, diskon khusus pelanggan setia) |
Regulasi BPOM & Legalitas | – Pastikan semua produk terdaftar BPOM dan penuhi standar keamanan – Siapkan tim legal/operasional yang paham regulasi |
Produk Palsu & Ilegal | – Terapkan sistem anti-counterfeit (barcode verifikasi unik di kemasan) – Edukasi konsumen cara membedakan produk asli/palsu |
Perubahan Preferensi Konsumen | – Riset pasar secara berkala untuk update tren dan kebutuhan – Fokus pada produk multifungsi, clean beauty, dan berbahan alami |
Biaya Produksi & Bahan Baku | – Optimalkan penggunaan bahan lokal unik yang mudah didapat – Diversifikasi pemasok bahan baku |
Tantangan Digital & Pemasaran | – Kolaborasi dengan influencer/ahli kecantikan yang kredibel – Tingkatkan layanan konsultasi kulit online/offline |
Dampak Ekonomi (Inflasi, Daya Beli Turun) | – Sesuaikan strategi harga dan kemasan (mini size, sachet) – Perkuat branding agar tidak terjebak perang harga |
Lalu, Apakah Bisnis Skincare Masih Layak Dijalankan?
Nah, ini dia pertanyaan krusialnya.
Kalau Anda membaca semua tantangan di atas dan langsung bilang, “Wah, susah banget nih…” — mungkin memang bisnis ini bukan untuk Anda. Tapi jika Anda tetap tertarik, bahkan setelah tahu semua risikonya, maka Anda punya potensi untuk sukses.
Kenapa?
Karena bisnis skincare itu masih sangat menjanjikan, asal Anda punya pendekatan yang tepat:
- Punya partner maklon yang terpercaya dan berpengalaman (seperti Adev Natural Indonesia 😉)
- Memiliki strategi pemasaran dan branding yang jelas
- Siap investasi di regulasi dan uji produk
- Fleksibel menghadapi perubahan tren dan permintaan pasar
- Punya rencana mitigasi risiko yang solid
Di sinilah peran kami sebagai maklon skincare profesional. Kami nggak cuma bantu Anda produksi, tapi juga memberi Anda panduan dari A sampai Z — mulai dari formulasi, registrasi BPOM, hingga konsultasi packaging ramah lingkungan.
Kesimpulan
Jadi, Mitra Adev, jawabannya: Ya, bisnis skincare masih layak dijalankan — tapi dengan catatan. Anda harus siap menghadapi persaingan, fluktuasi ekonomi, regulasi ketat, dan segala tantangan lainnya.
Tapi tenang, Anda nggak sendirian. Di Adev Natural Indonesia, kami percaya bahwa setiap ide bisnis skincare punya potensi, selama dibangun di atas fondasi yang benar. Dan itulah kenapa kami hadir: untuk membantu Anda menghindari jebakan-jebakan umum para pemula.
Kalau Anda ingin tahu lebih lanjut tentang bagaimana kami bisa bantu Anda mulai dari nol, atau bahkan memperbaiki produk yang sudah ada, jangan ragu untuk hubungi kami. Kita bisa diskusikan bersama solusinya.