Mitra adev, dalam dunia kosmetik yang kompetitif, daya tarik sebuah produk sering kali ditentukan oleh kekuatan pesan pemasarannya.
Namun, tidak jarang kita menemui produk skincare overclaim, yaitu ketika sebuah brand memberikan klaim yang berlebihan, tidak realistis, atau tidak didukung bukti ilmiah.
Meskipun strategi ini terlihat menggiurkan untuk menarik perhatian pasar, overclaim justru bisa menjadi bumerang bagi keberlangsungan brand Anda.
Berdasarkan laporan dari Euromonitor International 2024, tercatat lebih dari 35% konsumen di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, merasa tertipu oleh klaim berlebihan dalam produk skincare yang mereka beli.
Bahkan, BPOM RI mencatat adanya peningkatan 25% kasus penarikan kosmetik dari pasaran pada kuartal pertama 2025, akibat penggunaan klaim yang tidak sah seperti “instan”, “permanen”, atau “bebas efek samping”.
Fakta ini menandakan bahwa overclaim bukan lagi sekadar masalah pemasaran yang terlalu agresif, tetapi sudah menjadi ancaman nyata terhadap reputasi brand dan keberlanjutan bisnis skincare itu sendiri.
Sebagai mitra maklon kosmetik terpercaya, adev mengajak Anda memahami secara menyeluruh apa itu overclaim, mengapa hal ini terjadi, dan bagaimana cara menghindarinya demi menjaga kepercayaan konsumen dan reputasi jangka panjang brand skincare Anda.
Apa Itu Overclaim dalam Pemasaran Skincare?
Mitra adev, tahukah Anda bahwa dalam laporan riset yang dirilis oleh Euromonitor International tahun 2024, disebutkan bahwa lebih dari 35% konsumen di Asia Tenggara merasa tertipu oleh klaim berlebihan dari produk skincare yang mereka beli, dan Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat kepercayaan paling rentan terhadap overclaim.
Di sisi lain, BPOM Indonesia pada kuartal pertama tahun 2025 telah mengeluarkan peringatan kepada puluhan brand kosmetik lokal yang ditemukan menggunakan istilah “instan”, “permanen”, dan “bebas efek samping” tanpa bukti ilmiah yang memadai.
Fakta ini menunjukkan bahwa overclaim bukan hanya isu etika, tetapi juga sudah menjadi perhatian serius dari regulator dan konsumen yang semakin cerdas.
Jika Anda berminat untuk memulai bisnis dengan cara maklon, Klik Gambar di bawah ini untuk terhubung dengan CS Kami melalui Chat Whatsapp.
Yang dimaksud dengan vverclaim dalam bisnis atau pemasaran skincare adalah penggunaan klaim yang berlebihan, tidak terbukti secara ilmiah, atau menyesatkan untuk menarik perhatian konsumen.
Contohnya, janji seperti “kulit glowing dalam 24 jam”, “menghilangkan jerawat hanya dalam satu kali pemakaian”, atau “memutihkan kulit secara permanen dalam seminggu” adalah bentuk klaim yang tidak realistis dan tidak dapat dibuktikan dalam kondisi umum.
Klaim-klaim semacam ini sering kali dibuat untuk mengejar penjualan cepat, namun dalam jangka panjang dapat menurunkan kredibilitas brand.
Mitra adev, penting untuk Anda pahami bahwa praktik overclaim tidak hanya merugikan konsumen, tetapi juga menempatkan brand Anda dalam risiko hukum dan reputasi.
Menurut peraturan BPOM, semua klaim manfaat dalam produk kosmetik harus didukung oleh data uji laboratorium atau literatur ilmiah yang sah.
Tanpa dasar ini, brand dapat dianggap menyebarkan informasi yang menyesatkan dan dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin edar.
Di era digital, satu kesalahan komunikasi pun bisa viral dan berdampak besar pada kepercayaan pasar.
Maka dari itu, memahami apa itu overclaim dan menghindarinya adalah langkah pertama untuk membangun brand yang berkelanjutan dan terpercaya.
Penyebab Produsen Melakukan Overclaim
Mitra adev, berdasarkan laporan dari Mintel Beauty & Personal Care yang dirilis awal tahun 2025, tercatat lebih dari 40% brand skincare baru di Asia meluncurkan produk dengan klaim yang tidak divalidasi secara ilmiah.
Di Indonesia sendiri, BPOM telah meningkatkan pengawasan terhadap konten pemasaran digital karena meningkatnya kasus overclaim yang viral di media sosial.
Hal ini menunjukkan bahwa banyak produsen tergoda melewati batas hanya demi menarik perhatian pasar yang semakin kompetitif.
Dalam situasi ini, penting bagi Anda sebagai pelaku bisnis skincare untuk memahami akar penyebab overclaim agar dapat menghindari jebakan yang bisa merugikan brand dalam jangka panjang.
Salah satu alasan utama produsen melakukan overclaim adalah karena ketatnya persaingan pasar. Tiap bulan, ratusan produk skincare baru dirilis dengan janji-janji segar yang menarik minat konsumen.
Dalam upaya agar produknya menonjol, banyak pemilik brand merasa perlu membedakan diri melalui klaim yang sensasional, meski sering kali tidak sepenuhnya benar.
Strategi ini mungkin efektif dalam jangka pendek, tetapi sangat berisiko untuk reputasi jangka panjang.
Selain itu, kurangnya pemahaman terhadap regulasi menjadi penyebab besar mengapa overclaim kerap terjadi.
Tidak semua pelaku usaha mengetahui bahwa setiap klaim kosmetik di Indonesia harus sesuai dengan ketentuan BPOM.
Misalnya, istilah seperti “menyembuhkan jerawat” sebenarnya masuk ke dalam kategori obat dan tidak boleh digunakan dalam promosi produk kosmetik.
Tanpa edukasi dan pembekalan yang memadai, banyak brand pemula terjerumus pada praktik klaim berlebihan yang bisa memicu sanksi hukum.
Tekanan dari target penjualan juga sering kali memengaruhi tim pemasaran untuk menciptakan buzz di pasar. Mereka dituntut untuk membuat kampanye viral, menghadirkan konten yang menarik, dan mengemas produk dengan janji hasil cepat.
Dalam proses ini, fakta ilmiah kerap diabaikan atau dibelokkan demi angka engagement. Tanpa kendali dari pihak yang paham aspek ilmiah dan regulatif, klaim yang dipublikasikan bisa menjadi sangat menyesatkan.
Terakhir, kurangnya supervisi dari pihak ilmiah seperti formulator atau regulatory officer menjadi penyebab serius dari terjadinya overclaim.
Banyak produk dikembangkan tanpa keterlibatan ahli yang mampu menilai batas klaim berdasarkan data bahan aktif dan hasil uji coba yang objektif. Di sinilah pentingnya bermitra dengan perusahaan maklon terpercaya seperti adev.
Sebagai mitra profesional Anda, adev memastikan setiap produk yang dikembangkan tidak hanya efektif, tetapi juga memenuhi regulasi dan etika pemasaran dengan menyediakan uji klaim dan validasi yang sesuai standar.
Penyebab Konsumen Percaya terhadap Brand yang Overclaim
Sebuah riset terbaru dari Nielsen Indonesia pada kuartal pertama 2025 menunjukkan bahwa 6 dari 10 konsumen skincare di Indonesia mengaku pernah membeli produk berdasarkan klaim yang ternyata tidak terbukti.
Menariknya, mayoritas dari mereka menyadari bahwa klaim tersebut terdengar “terlalu bagus untuk jadi kenyataan”, namun tetap memilih untuk mencoba karena pengaruh emosi, promosi visual, atau dorongan dari media sosial.
Fenomena ini menegaskan bahwa kepercayaan konsumen tidak selalu dibangun dari fakta, melainkan dari persepsi dan kebutuhan emosional.
Maka dari itu, mitra adev, penting bagi Anda memahami mengapa konsumen bisa tetap percaya pada brand yang overclaim, agar dapat membangun strategi komunikasi yang lebih etis dan berkelanjutan.
1. Konsumen Kurang Teredukasi dengan Baik
Pertama, banyak konsumen belum memiliki edukasi yang cukup mengenai cara kerja bahan aktif dalam skincare.
Istilah seperti “niacinamide”, “retinol”, atau “peptides” sering terdengar familiar, tetapi pemahaman tentang durasi kerja, dosis efektif, dan batas klaimnya masih sangat terbatas.
Hal ini membuat mereka rentan terhadap klaim bombastis seperti “memutihkan wajah dalam 3 hari” atau “menghilangkan keriput dalam semalam”.
Ketika pengetahuan dasar tidak dimiliki, hasil instan akan selalu terlihat lebih menarik dibandingkan proses yang realistis dan ilmiah.
2. Konsumen Terpengaruh Influencer
Pengaruh dari influencer dan figur publik sangat besar dalam membentuk persepsi konsumen.
Konten endorsement yang disajikan dengan narasi personal dan testimoni meyakinkan sering kali dianggap lebih valid daripada data ilmiah.
Dalam banyak kasus, konsumen membeli bukan karena percaya pada produknya, tetapi karena percaya pada orang yang merekomendasikannya.
Tanpa disadari, mereka mengadopsi klaim overclaim sebagai “fakta” hanya karena dibawakan oleh tokoh favorit mereka.
Tak kalah penting, desain kemasan dan narasi brand sangat berperan dalam membangun kepercayaan.
Brand yang melakukan overclaim umumnya sangat jago dalam merancang tampilan produk, menggunakan visual premium, copywriting yang menggugah, dan istilah teknis yang terdengar “ilmiah”. Semua elemen ini membuat produk terasa kredibel bahkan sebelum dicoba.
Ini adalah kekuatan storytelling dalam pemasaran, yang sayangnya sering disalahgunakan untuk menyamarkan klaim yang tidak berdasar.
3. Ekspektasi Tinggi Konsumen
Terakhir, konsumen dengan ekspektasi tinggi akibat masalah kulit kronis cenderung lebih mudah percaya pada janji-janji ajaib.
Mereka yang frustrasi dengan jerawat parah, flek membandel, atau keriput dini, biasanya lebih rela mencoba apa pun yang terdengar seperti solusi cepat.
Brand yang paham celah ini sering kali mengemas pesan yang menyentuh sisi emosional mereka, tanpa memberikan edukasi yang jujur.
Mitra adev, di sinilah pentingnya membangun komunikasi yang jujur, transparan, dan edukatif. Saat Anda membangun brand skincare bersama adev, kami tidak hanya membantu dari sisi formulasi, tetapi juga dalam menciptakan narasi yang bertanggung jawab, yang menjanjikan hasil realistis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Contoh-Contoh Klaim Berlebihan yang Sering Ditemui
Berikut adalah beberapa contoh klaim overclaim yang kerap ditemukan di pasar skincare:
- “Menghilangkan jerawat hanya dalam 1 malam.”
- “100% aman tanpa efek samping.”
- “Memutihkan kulit secara permanen.”
- “Bekerja 10 kali lebih efektif dari produk lain.”
- “Hasil instan dalam 24 jam.”
- “Produk ini digunakan oleh para dokter kulit dunia.”
Klaim-klaim tersebut terdengar menjanjikan, tetapi tidak dapat dibuktikan secara ilmiah dan dapat menyesatkan konsumen.
Dalam jangka panjang, brand seperti ini akan kehilangan kepercayaan dan bisa dikenai tindakan hukum.


Dampak Negatif Overclaim bagi Konsumen dan Reputasi Brand
Mitra adev, rilis laporan terbaru dari BPOM Press Release (Mei 2025) mencatat peningkatan 25% kasus penarikan kosmetik dari peredaran akibat penggunaan klaim menyesatkan.
Selain itu, survei dari Jakarta Consumer Insight menemukan bahwa 68% pengguna skincare yang merasa tertipu oleh klaim berlebihan memilih tidak kembali ke produk tersebut, bahkan memberi peringatan buruk ke lingkar sosialnya.
Fenomena ini menegaskan bahwa overclaim tidak hanya merugikan individu, tetapi bisa menghancurkan reputasi brand secara cepat.
Mari kita ulas dampak nyata dari praktik overclaim ini agar Anda, mitra adev, dapat melindungi reputasi dan kepercayaan konsumen.
1. Kehilangan kepercayaan konsumen
Ketika klaim terbukti tidak benar, konsumen merasa tertipu dan kecewa. Rasa ini sulit dihilangkan dengan cepat, karena konsumsi skincare sangat erat dengan kepercayaan pribadi. Sekali kepercayaan hilang, sulit untuk memulihkan—apalagi ketika sudah muncul stigma negatif di benak konsumen. Credit hilang, brand pun kehilangan kesempatan membangun loyalitas yang sebenarnya lebih berharga daripada transaksi pertama.
2. Review negatif dan isu viral
Di era digital, ulasan buruk menyebar sangat cepat. Satu postingan kecewa dari influencer atau video review di YouTube bisa menarik perhatian ribuan orang dalam hitungan jam.
Dampaknya dua kali lipat: selain konsumen umum jadi ragu membeli, marketplace dan algoritma pencarian akan menurunkan visibilitas produk.
Sekalipun klaim itu viral awalnya, kalau akhirnya terbongkar, rating dan traffic turun drastis.
3. Sanksi
Menjatuhkan nama BPOM bukan perkara ringan. Penarikan produk, denda administratif, atau pencabutan izin edar adalah risiko nyata bagi brand yang melakukan overclaim.
Kasus kosmetik yang ditarik, seperti yang diungkap BPOM Mei 2025, menunjukkan bahwa efeknya bisa lama dirasakan oleh konsumen dan mitra distribusi.
Proses pemulihan legal juga memakan waktu dan biaya yang sering kali terlalu besar dibandingkan keuntungan seketika.
4. Turunnya loyalitas terhadap brand
Brand overclaim mungkin sempat booming karena buzz kampanye, tetapi sulit mempertahankan audiens jangka panjang.
Konsumen kini lebih cerdas dan memilah-milah brand dengan rekam jejak baik. Mereka mencari nilai tambah seperti transparansi, riset ilmiah, dan kualitas konsistensi.
Brand yang hanya mengandalkan hype instan akan tertinggal setelah “waktu spesial” habis. Loyalitas tidak bisa dibangun lewat janji kosong.
Mitra adev, reputasi adalah aset terbesar dalam industri skincare, dan sekali rusak, akan sulit diperbaiki. Jangan korbankan masa depan brand Anda demi keuntungan instan.
Di adev, kami mendukung Anda membangun produk yang jujur, etis, dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Regulasi dan Etika Pemasaran Kosmetik
Mitra adev, tahukah Anda bahwa pada awal 2025, BPOM RI kembali menegaskan pentingnya kepatuhan terhadap Peraturan Kepala BPOM No. 12 Tahun 2023 tentang Klaim Produk Kosmetik, menyusul ditemukannya lebih dari 150 iklan kosmetik digital yang dinilai menyesatkan?
Dalam siaran pers resminya, BPOM menyoroti meningkatnya penggunaan klaim bombastis yang tidak didukung bukti ilmiah, sebuah pelanggaran yang dapat dikenai sanksi administratif hingga pencabutan izin edar.
Seiring tumbuhnya kesadaran konsumen terhadap transparansi dan keamanan produk, penting bagi Anda untuk memahami secara mendalam regulasi serta etika dalam pemasaran kosmetik.







1. Berdasarkan hasil uji atau bukti ilmiah
Setiap klaim yang Anda tampilkan, baik dalam bentuk iklan, label kemasan, maupun caption media sosial, wajib didukung dengan data uji atau riset valid.
Misalnya, jika Anda mengklaim bahwa serum dapat “mengurangi flek hitam dalam 14 hari,” maka harus tersedia bukti dari uji klinis terstandarisasi yang menunjukkan hasil tersebut.
BPOM sangat ketat dalam menilai validitas klaim, dan jika tidak terbukti, klaim tersebut akan dianggap menyesatkan dan produk berisiko ditarik dari peredaran.
Di adev, setiap formula yang kami bantu kembangkan disusun bersama tim ahli, dengan fokus pada keamanan dan efektivitas.
Kami juga menyediakan dokumentasi uji stabilitas, uji iritasi, hingga pengujian efektivitas bila dibutuhkan, agar klaim produk mitra adev dapat disampaikan secara sah dan bertanggung jawab.
Dengan begitu, Anda tidak hanya terlindungi secara hukum, tetapi juga membangun kepercayaan konsumen.
2. Tidak menjanjikan hasil medis atau menyembuhkan penyakit
Produk kosmetik tidak boleh mengklaim menyembuhkan jerawat, mengobati eksim, atau menyembuhkan luka.
Pernyataan seperti “membasmi jerawat membandel hingga ke akar” termasuk dalam klaim medis, dan hanya boleh digunakan oleh produk yang telah dikategorikan sebagai obat oleh BPOM, bukan kosmetik.
Melanggar ketentuan ini bukan hanya mencederai etika, tetapi juga dapat membahayakan konsumen jika mereka salah mengandalkan produk kosmetik untuk pengobatan.
Adev selalu memberikan pendampingan kepada mitra dalam menyusun narasi pemasaran yang kuat namun tetap dalam koridor legal.
Hal ini penting karena bahasa promosi yang tepat dapat menarik minat tanpa perlu membesar-besarkan manfaat.
Menyampaikan keunggulan produk secara jujur justru menjadi nilai jual yang lebih disukai konsumen masa kini.
3. Tidak menyesatkan konsumen
Etika pemasaran tidak hanya soal regulasi, tapi juga tentang membangun hubungan jangka panjang dengan konsumen.
Klaim seperti “100% efektif untuk semua jenis kulit” adalah bentuk overclaim yang tidak realistis. Produk skincare bersifat subjektif dan hasilnya bervariasi tergantung kondisi kulit masing-masing individu.
Maka dari itu, hindari membuat janji yang terlalu absolut atau terlalu sempurna.
Sebaliknya, Anda bisa menggunakan frasa seperti “telah teruji pada X% pengguna menunjukkan hasil dalam 7 hari” dengan mencantumkan metodologi uji yang relevan.
Pendekatan ini tidak hanya lebih etis, tapi juga menunjukkan bahwa brand Anda transparan dan berbasis data.
4. Etika bisnis kosmetik
Lebih dari sekadar kepatuhan hukum, pemasaran kosmetik harus berlandaskan etika. Prinsip jujur dan transparan sangat dibutuhkan dalam menyampaikan keunggulan produk Anda.
Apalagi di era digital, di mana konsumen bisa dengan mudah membandingkan produk dan membaca review dari berbagai sumber. Mengedepankan integritas akan membuat brand Anda bertahan lebih lama di tengah kompetisi.
Untuk memahami lebih dalam, mitra adev bisa membaca artikel kami seputar Etika Bisnis Kosmetik.
Di sana kami membahas prinsip-prinsip penting dalam menjaga kepercayaan konsumen, termasuk bagaimana menavigasi strategi pemasaran yang tidak melanggar regulasi.
Mitra adev, penting bagi Anda untuk menempatkan kejujuran dan kepatuhan hukum sebagai pilar utama dalam membangun brand.
Jangan ragu untuk menerapkan strategi pemasaran yang kreatif, selama tetap dalam batas regulasi. Untuk panduan lebih lanjut, simak juga artikel kami tentang Cara Memasarkan Bisnis Kosmetik dan Bagaimana Bisnis Skincare Tetap Hidup Meski Owner Tidak Aktif.
Penutup
Mitra adev, kesuksesan brand skincare tidak dibangun dalam semalam. Ia dibangun dari kepercayaan, kualitas produk, serta komunikasi yang jujur. Daripada menjanjikan hasil instan yang tidak realistis, lebih baik fokus pada solusi nyata yang bisa dibuktikan secara ilmiah dan diterima secara regulatif.
Sebagai maklon kosmetik yang berpengalaman, adev mendampingi Anda sejak tahap formulasi, uji klaim, pengurusan izin BPOM, hingga pembuatan materi pemasaran yang sesuai etika dan regulasi.
Mari, lihat katalog produk dan layanan adev dan mulai bangun brand skincare Anda yang terpercaya dan beretika!
Apabila anda tertarik memulai bisnis dengan cara maklon, maka kami rekomendasikan melihat katalog produk maklon atau promo paket maklon kami sehingga Anda mendapatkan harga dan penawaran terbaru bulan ini Juni 2025!